Cari Blog Ini

Rabu, 06 Juli 2011

Tata Pelaksanaan Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah

oleh Mukhamad Endry Saputra

mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Surakarta

A. Latar Belakang

Hubungan luar negeri kini diyakini tidak hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat saja. Globalisasi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta kebutuhan saat ini menuntut semua lapisan masyarakat mulai dari Pemerintah Pusat sampai individu warga negara untuk memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam melakukan hubungan luar negeri. Tidak terkecuali bagi pemerintah di tingkat daerah. Semakin luasnya cakupan hubungan luar negeri, ditambah dengan diberlakukan otonomi daerah juga berdampak pada semakin luasnya aktivitas Pemerintah Daerah dalam mengembangkan daerahnya.

Dalam melakukan hubungan luar negeri, Pemerintah Daerah tidak dapat bertindak sembarangan. Ada hal-hal yang menjadi batasan bagi pelaksanaan hubungan luar negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Hal-hal tersebut terkait dengan regulasi, wewenang, dan kemampuan masing-masing Pemerintah Daerah dalam melakukan hubungan luar negeri. Banyak Pemerintah Daerah yang blum mengetahui tentang batasan-batasan tersebut dan seringkali “melayathi” Pemerintah Pusat dalam melaksanakan aktivitas hubungan luar negeri. Untuk itu perlu adanya pemahaman tentang apa dan bagaimana tata cara pelaksanaan hubungan luar negeri yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah, serta batasan dan akibat hukum yang muncul akibat aktivitas tersebut.

B. Pengertian

Sebelum membahas mengenai tata cara pelaksanaan hubungan luar negeri oleh Pemerintah Daerah, terlebih dahulu kita perlu memahami pengertian tentang hubungan luar negeri. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri dijelaskan bahwa:

Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, atau warga negara.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu aktivitas dapat dikatakan sebagai hubungan luar negeri jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Aktivitas yang menyangkut aspek regional maupun internasional, artinya adalah bahwa aktivitas tersebut harus melibatkan negara lain.

2. Aktivitas tersebut dilakukan oleh pemerintah (baik di tingkat pusat maupun daerah), maupun swasta, baik secara kelompok maupun individu.

Hubungan luar negeri seringkali melahirkan sebuah kesepakatan. Kesepakkatan tersebut tertuang dalam sebuah dokumen perjanjian internasional yang disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Untuk itu kita juga perlu mengetahui pengertian dari perjanjian internasional. Dalam pasal 2 Konvensi Wina 1969 dijelaskan bahwa:

Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dibuat antara instrumen dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, baik dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.

Sedangkan dalam undang-undang nasional dijelaskan bahwa:

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”. (UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Pasal 1 ayat 1)

Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional jika:

1. Melibatkan dua atau lebih subyek hukum internasional

2. Dibuat dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional

3. Dibuat secara tertulis

C. Dasar Hukum

Pelaksanaan hubungan luar negeri tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Perlu adanya dasar hukum yang kuat sebagai legalisasi aktivitas hubungan luar negeri. Dasar hukum bagi hubungan luar negeri yang menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat melakukan hubungan luar negeri ada pada:

  1. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang berbunyi “Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, atau warga negara".
  2. Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang berbunyi Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, ter1ebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri”.

  3. Pasal 21 huruf g dan h Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur hak Pemerintah Daerah. Adapun bunyi dari pasal tersebut adalah:

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah;dan

h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan


D. Prosedur Pengajuan Rencana Perjanjian Internasional oleh Pemerintah Daerah

Untuk membuat perjanjian internasional, seluruh lembaga (termasuk Pemerintah Daerah) yang ingin mengajukan rencana kerjasama dengan pihak dari luar negeri harus melewati proses yang panjang. Proses ini harus dilewati agar aman dari segi politis, yuridis, security, dan teknis. Adapun proses pengajuan rencana kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

  1. Pemerintah Daerah mengajukan rencana kerjasama luar negeri kepada DPRD untuk dipertimbangkan dan disetujui.
  2. Pemerintah Daerah berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan lembaga/departemen terkait tentang isi perjanjian.
  3. Pengajuan full power oleh pimpinan daerah atau pejabat daerah yang berwenang (jika diperlukan).

Menurut Pasal 6 Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dijelaskan bahwa pembuatan perjanjian internasional harus melalui 5 tahapan yaitu:

  1. Penjajakan, dalam proses ini dilakukan tukar-menukar draft yang ingin diajukan melalui jalur diplomatik.
  2. Perundingan, dalam proses ini kedua belah pihak berunding untuk menentukan pasal-pasal dalam perjanjian.
  3. Perumusan naskah, merupakan hasil kesepakatan perundingan yang berisi pasal-pasal.
  4. Penerimaan, pemberian paraf terhadap naskah perjanjian yang siap untuk ditandatangani
  5. Penandatanganan, pemberian tandatangan oleh para pihak yang melakukan perjanjian melalui presiden, menteri luar negeri, atau pejabat yang memperoleh full power.

Perjanjian internasional yang telah ditandatangani oleh pimpinan daerah perlu disahkan agar dapat berlaku di daerahnya. Menurut Pasal 9 Undang-undang No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional ada 2 cara untuk mengesahkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu:

1. Pengesahan dengan Undang-undang, jika menyangkut hal-hal yang tercantum dalam Pasal 10 ayat 3 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 10 ayat Undang-undang No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:

1.1 Pemerintah Daerah mengajukan ijin prakarsa kepada presiden melalui menteri luar negeri.

1.2 Pemerintah Daerah membentuk Panitia Antar Kementetian yang terdiri dari kementerian terait untuk menyiapkan Rancangan Undang-undang Pengesahan.

1.3 Pemerintah Daerah menyerahkan berkas-berkas perjanjian kepada Kementerian Luar Negeri.

1.4 Kementerian Luar Negeri mengajukan permohonan Amanat Presiden (Ampres).

1.5 Presiden menunjuk menteri/kepala instansi terkait sebagai perwakilan pemerintah dalam pembahasan dengan DPR.

1.6 Jika disetujui, Rancangan Undang-undang berubah menjadi Undang-undang dan diterbitkan dalam lembar negara.

1.7 Menteri luar negeri menerbitkan instrumen pengesahan.

2. Pengesahan dengan Peraturan Presiden (Perpres), jika menyangkut hal-hal di luar Pasal 10 ayat 3 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Pasal 10 ayat Undang-undang No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:

1.1 Pemerintah Daerah mengkoordinasikan rapat interkementerian untuk mempersiapkan pengesahan perjanjian internasional.

1.2 Pemerintah Daerha menyerahkan berkas-berkas perjanjian kepada Kementerian Luar Negeri.

1.3 Menteri luar negeri mengajukan surat permohonan kepada presiden

1.4 Jika disetujui, Rencana Peraturan Presiden berubah menjadi Peraturan Presiden (Perpres).

1.5 Menteri luar negeri menerbitkan instrumen pengesahan.


E. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:

  1. Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Pasal 21 huruf g dan h Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Pemerintah Daerah dapat melakukan hubungan luar negeri.
  2. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan melalui prosedur yang ada serta syarat-syarat tertentu.
  3. Dalam membuat perjanjian internasional Pemerintah Daerah bertindak atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
  4. Dalam melakukan aktivitas hubungan luar negeri Pemerintah Daerah harus selalu berkoordinasi dengan Kementerian Luar negeri dan instansi terkait agar perjanjian internasional yang dibuat aman dalam segi politis, yuridis, security, dan teknis.

Daftar Pustaka

Nurbintoro Diar. Tata Cara Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah dan Polugri Indonesia.ppt. disampaikan dalam Workshop Tata Pelaksanaan Hubungan Luar Negeri Oleh Pemda pada Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia XXIII di Universitas Slamet Riyadi Surakarta tanggal 11 Mei 2011.

Nurbintoro Diar. Prosedur Pembuatan Perjanjian Internasional. disampaikan dalam Workshop Tata Pelaksanaan Hubungan Luar Negeri Oleh Pemda pada Pertemuan Sela Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia XXIII di Universitas Slamet Riyadi Surakarta tanggal 11 Mei 2011.

Dr. Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT. ALUMNI. 2010

Siddiq, Erwin. Pembuatan, Pengesahan, Pemberlakuan, Perpanjangan dan Pengakhiran Perjanjian Internasional. disampaikan dalam kuliah umum Teknik Penyusunan Perjanjian Internasional di Universitas Slamet Riyadi Surakarta pada tanggal 14 Mei 2011.

http://www.djlpe.esdm.go.id/modules/_website/files/35/File/UU%2032%20Tahun%202004.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2011.

http://www.deptan.go.id/kln/daftar_phln/UU%201999%20No%2037%20ttg%20Hubungan%20Internasional.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2011.

http://www.deptan.go.id/kln/daftar_phln/UU%202000%20No%2024%20ttg%20Perjanjian%20Internasional.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar