Cari Blog Ini

Minggu, 10 Juli 2011

TUGAS MATA KULIAH DIPLOMASI DAN RESOLUSI KONFLIK INVASI NEGARA-NEGARA BARAT KE LIBYA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KONFLIK NILAI (ANTARA TIMUR TENGAH DAN

oleh Mukhamad Endry Saputra
mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Surakarta

I. Konflik Negara-negara Timur Tengah sebagai Pemicu Konflik Libya

Sejak awal tahun 2011, negara-negara Timur Tengah telah mengalami masa transisi politik yang mempengaruhi stabilitas keamanan maupun politik di kawasan Timur Tengah. Rentetan gejolak politik yang terjadi di kawasan Timur Tengah ini bermula dari konflik politik di Tunisia yang kemudian menyebar ke Mesir, dan kini sedang melanda Libya. Konflik di dua negara Timur Tengah, yakni Tunisia dan Mesir memiliki pola yang hampir sama dengan konflik yang tengah terjadi di Libya. Sehingga sering kali dikatakan bahwa konflik di kedua negara tersebut adalah pemicu dari konflik yang terjadi di Libya saat ini.

A. Konflik Tunisia

Konflik yang terjadi di Tunisia dipicu oleh aksi protes yang dilakukan oleh seorang pedagang kaki lima bernama Mohamed Bouazizi pada 17 Desember 2010 dengan cara membakar diri. Aksi ini dilakukannya di depan gedung pemerintahan lokal setelah dia divonis bersalah karena tidak memiliki ijin dagang yang mengakibatkan Bouzizi menjadi bangkrut dan merasa tidak ada harapan lagi untuk hidup dan dirampas kebebasannya. Bouzizi terluka parah dan dibawa ke Rumah Sakit, bahkan presiden Zine El Abidine Ben Ali sempat mengunjunginya di Rumah Sakit pada tanggal 20 Desember 2010.

Lebih dari 5.000 orang bersimpati dengan kejadian ini. Terlebih setelah saudara laki-lakinya, Salem Bouazizi menyatakan bahwa kejadian yang menimpa adiknya ini adalah bentuk dari ketidakadilan yang terjadi di Tunisia. Salem menambahkan bahwa adiknya merupakan simbol perlawanan terhadap rezim yang berkuasa dan sebagai bentuk perjuangan untuk memperoleh kebebasan. Statement ini kemudian menjadi pengobar semangat bagi para demonstran untuk menurunkan rezim Ben Ali yang dianggap sudah terlalu lama berkuasa. Gelombang protes dari para demonstran ini berlangsung hingga awal tahun 2011 yang akhirnya mampu memaksa Ben Ali turun dari kursi kepemimpinannya.

B. Konflik Mesir

Konflik mesir bermula pada awal Februari, ketika massa mengadakan demonstarsi menuntut pengunduran diri Presiden Mubarak. Hal ini dipicu oleh pernyataan presiden Hosni Mubarak yang menyatakan bahwa dirinya tidak akan mundur dari jabatannya sebagai presien Mesir. Pidatonya tersebut dikecam oleh lawan-lawan politiknya sebagai sesuatu yang tak pantas dilakukan di tengah aksi rakyat yang meminta dirinya mundur secepatnya. Pidato Mubarak tersebut tak mengendorkan demonstrasi rakyat Mesir yang tetap menggelar aksinya di Taman Tahrir. Gelombang protes yang terjadi di Mesir telah memakan korban tewas 300 orang dan melukai puluhan ribu lainnya. Akibat derasnya gelombang protes dari rakyat Mesir, akhirnya presiden Hosni Mubarak bersedia lengser dari jabatannya sebagai presiden.

II. Konflik Internal Libya

Kepemimpinan diktator Muammar Khadafi yang berkuasa lebih dari 40 tahun disebut-sebut menjadi dasar pecahnya konflik internal di Libya. Kejenuhan rakyat terhadap kepemimpinan Khadafi memunculkan banyak gerakan yang menentang pemerintah (oposisi) yang menuntut Khadafi untuk turun. Aksi protes yang semakin berani ditunjukkan oleh para pejuang oposisi dengan berbagai cara mulai dari aksi damai hingga serangan untuk menduduki beberapa daerah penting di Libya.

Protes dari kelompok oposisi ini kemudian disikapi secara agresif pula oleh tentara loyalis Khadafi. Suhu politik yang semakin memanas yang disebabkan oleh semakin besarnya gelombang protes yang digulirkan kemudian memicu serangan frontal pasukan pro Khadafi terhadap pejuang oposisi dan masyarakat sipil. Pemerintah Khadafi berdalih bahwa aksi-aksi protes tersebut adalah salah satu bentuk separatisme sehingga perlu dilakukan tindakan militer untuk membendung aksi-aksi tersebut.

Sedangkan dari perspektif lain, tindakan agresif militer Libya terhadap kelompok oposisi merupakan salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan. Lebih dari 400 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat bentrokan yang terjadi akibat konflik ini. Tak ayal banyak kecaman dari seluruh dunia yang ditujukan kepada Khadafi dan pasukannya terkait pelanggaran HAM tersebut.

III. Internasionalisasi Konflik Libya

Globalisasi serta kemajuan teknologi dan informasi menyebabkan arus informasi di dunia semakin tidak dapat dibendung lagi. Media massa di seluruh dunia kini tak henti-hentinya memberitakan keadaan di Libya yang semakin hari semakin memburuk. Perhatian masyarakat dunia mulai tertuju pada Libya setelah serangan yang dilakukan oleh tentara loyalis Muammar Khadafi terhadap pejuang oposisi dan warga sipil yang menelan banyak korban.

Banyaknya jumlah korban yang berjatuhan ini menimbulkan keprihatinan dan duka yang mendalam bagi masyarakat di hampir seluruh dunia. Simpati bagi para korban hingga kecaman bahkan kutukan yang dialamatkan kepada Khadafi dan tentara pendukungnya terus disuarakan. Pejuang oposisi juga terus saja menyuarakan penolakan terhadap pemerintahan Khadafi dan menuntut Khadafi untuk mundur. Alih-alih memenuhi tuntutan rakyat, Khadafi justru semakin gencar mengadakan serangan kepada para pejuang oposisi sehingga semakin banyak korban yang berjatuhan.

Keprihatinan terhadap situasi inilah yang menyebabkan Dewan Keamanan PBB merasa perlu ikut campur dalam menangani masalah ini. Gagasan tentang perlunya keikutsertaan PBB dalam menangani konflik ini tertuang dalam resolusi Dewan Keamanan PBB yang disetujui pada tanggal 17 Maret lalu. Isi resolusi itu sendiri bertujuan menciptakan zona larangan terbang di Libya dan mandat perlindungan warga sipil. Dewan Keamanan PBB kemudian memberikan mandat kepada NATO di bawah komando Amerika serikat untuk menindak lanjuti resolusi tersebut.

IV. Intervensi dalam Perspektif Nilai

Seperti yang kita ketahui bersama, Amerika Serikat diberikan mandat oleh PBB untuk memimpin invasi ke Libya sebagai implementasi dari resolusi Dewan Keamanan PBB. Serangan ini dimulai sejak hari Sabtu malam tanggal 19 Maret 2011 dengan tujuan untuk menciptakan zona larangan terbang dan melindungi warga sipil dari serangan pasukan pro-Khadafi.

Dari perspektif nilai, intervensi sebenarnya merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia (dalam hal ini adalah hak negara untuk menyelenggarakan pemerintahannya). Personifikasi negara inilah yang kemudian seringkali disalahgunakan oleh pemimpin negara untuk melakukan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Dengan dalih menjaga stabilitas nasional pemimpin suatu negara bisa dengan mudah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar nilai-nilai kebebasan dan hak asasi manusia warga negaranya.

Di sisi lain, intervensi dapat dilakukan atas dasar penegakan nilai-nilai hak masyarakat sipil dalam menentukan nasib mereka sendiri terkait dengan kondisi negaranya (dalam kasus ini negara yang dimaksud adalah Libya). Argumen-argumen kemanusiaan selalu saja dapat digunakan untuk melegalkan serangan ini dengan dalih penegakan nilai-nilai hak asasi manusia. Pemerintahan Khadafi yang diktator telah mengurung kebebasan rakyat Libya selama lebih dari 40 tahun. Rakyat yang tertindas di bawah rezim Khadafi kini mulai mendapat “angin segar” yang dibawa oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu demokrasi menjadi satu-satunya solusi yang ditawarkan dan turunnya rezim Khadafi merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi meskipun harus dengan pertumpahan darah. Hal ini adalah sebagai bukti bahwa konflik Libya merupakan konflik pertentangan nilai antara nilai-nilai kediktatoran yang tumbuh subur di dunia Arab dengan nilai-nilai demokrasi yang dibawa oleh Amerika Serikat.

V. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor eksternal konflik di Libya dipicu oleh konflik yang terjadi di Tunisia dan Mesir (dilihat dari pola konflik yang hampir sama).

2. Faktor internal konflik Libya adalah kejenuhan rakyat terhadap kepemimpinan Khadafi yang berkuasa selama lebih dari 40 tahun.

3. Konflik yang berkepanjangan menimbulkan kepedulian dunia internasional sehingga lahirlah resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk melindungi rakyat Libya.

4. Resolusi Dewan Keamanan PBB diimplementasikan dalam bentuk intervensi kemanusiaan dengan menggunakan kekuatan militer di bawah komendo Amerika Serikat.

5. Invasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat merupakan bukti pertentangan (konflik) nilai yang terjadi antara nilai-nilai kediktatoran pemimpin di dunia Arab dengan nilai-nilai demokrasi yang dibawa oleh negara-negara Barat.

Daftar Pustaka

http://beritaterkini.us/international/pangkalan-militer-libya-dibombardir.html

http://www.suryainside.com/?mod=3&idb=548

http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1835:aktivis-anti-perang-menolak-invansi-ke-libya&catid=39:isu-gerakan-anti-perang&Itemid=60

http://www.detiknews.com/read/2011/02/23/084420/1576790/10/castro-as-perintahkan-nato-invasi-libya

http://international.okezone.com/read/2011/03/29/414/440089/pemimpin-dunia-siap-bahas-libya-di-london

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=275973

http://www.metrotvnews.com/read/newscatvideo/internasional/2011/03/20/124622/Uni-Emirat-Arab-Mendukung-Invasi-ke-Libya

http://www.islamtimes.org/vdccppqe.2bqxi8f5a2.html

http://www.disdagtangsel.com/news/item/as-perintahkan-nato-invasi-libya

http://konspirasi.com/peristiwa/invasi-libya-as-terancam-bangkrut/

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Konflik+Tunisia+dan+Mesir+dalam+Perspektif+Keselamatan+Bangsa&dn=20110202100807

http://biografi.gudangmateri.com/2011/01/biography-of-mohamed-bouazizi.html

http://konspirasi.com/peristiwa/memetakan-konflik-libya-dengan-paradigma-dari-iran/

http://rezasaputra.com/2011/02/penyebab-kerusuhan-di-mesir.html

http://indoprogress.com/2011/3/31/libya-dan-ideologi-moral-kapitalisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar